JAKARTA(Fokuspantura.com),– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil ulang Sjamsul Nursalim serta istrinya, Itjih Nursalim. Sjamsul dan Itjih akan diperiksa dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Negara Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.
Sekarang ini lembaga anti rasuah itu telah melayangkan surat pemanggilan, namun pasangan suami isteri itu mangkir. KPK menggandeng Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau lembaga antikorupsi negara Singapura.
“Kami sedang melakukan pemanggilan secara patut melalui surat pemanggilan ke kediaman saksi di Singapura. Kami bekerja sama dengan CPIB untuk melakukan pemanggilan kepada saksi Sjamsul dan Itjih,” ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Senin (29/5/2017).
Febri berharap agar pasutri ini kooperatif dan beritikad baik untuk hadir di KPK. Meskipun, keduanya kini berada di Singapura.
“Kalau memang saksi sebagai obligor di sini menyatakan atau yakin kewajiban obligor sudah dilunasi maka seharusnya kesempatan yang diberikan penyidik ini hadir dan diklarifikasi, dimanfaatkan.”, kata Febri.
Sebelumnya, akibat penerbitan SKL terhadap Sjamsul selaku pemilik saham BDNI ini, negara diduga merugi hingga Rp 3,7 triliun. SKL untuk BDNI diterbitkan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN. Syafruddin Temenggung menjabat sebagai Kepala BPPN sejak April 2002.
Pada Mei 2002, dia mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk mengubah proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Hasil dari restrukturisasi tersebut, Rp 1,1 triliun dibebankan kepada petani tambak yang merupakan kreditor BDNI. Sedangkan sisanya Rp 3,7 triliun, tetap harus dibayarkan.
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan Syafruddin sebagai tersangka.
Syafruddin disangkakan KPK melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (ist/net/yad)