KASEPUHAN(Fokuspantura.com),– Setiap menyambut Ramadhan Keraton Kasepuhan Cirebon ada gelaran unik yakni menabuh beduk bertalu-talu menjelang petang. Tradisi yang disebut dlugdag tersebut tak pernah berubah setiap tahun. “Ini tradisi lama warisan Sunan Gunung Jati saat sebelum masuk petang.”, kata Sultan Keraton Kasepuhan PRA Arief Natadiningrat, Jumat sore, 27 Mei 2017. Warga sekitar Keraton Kasepuhan Cirebon sebelumnya memadati Langgar Agung Keraton Kasepuhan. Setelah asar, Sultan Arief memulai tradisi dlugdag. Disaksikan warga sembari membaca doa dan mengucap syukur atas bertemunya kembali dengan bulan Ramadan, Sultan Kasepuhan, kerabat, dan keluarga keraton bergantian menabuh beduk.
“Dlugdag ditabuh merupakan tanda-tanda sudah masuk bulan suci Ramadan.”, ujarnya.
Beduk yang ditabuh berusia sekitar 500 tahun atau sejak Sunan Gunung Jati masih hidup. Selain ditabuh di awal Ramadan, dlugdag juga digelar pada dini hari menjelang sahur selama bulan puasa. Ini sebagai tanda masuknya waktu berpuasa dan membangunkan masyarakat untuk melaksanakan sahur.
Uniknya, setiap penabuh beduk memiliki irama tersendiri dalam mengayunkan tongkatnya. Dlugdag juga ditabuh di Masjid Agung Sang Cipta Rasa pada malam hari. Ini sebagai tanda jika waktu sudah menunjukkan tengah malam sekaligus mengingatkan waktu salat malam. Bahkan, kata Sultan Kesepuhan, dapat diartikan sebagai tanda agar masyarakat mempersiapkan diri menjelang waktu sahur. sultan menuturkan, penggunaan beduk merupakan kebanggaan masyarakat Cirebon pada masa Sunan Gunung Jati. “Waktu itu kan ada alat dari China dan Arab, tapi Sunan lebih memilih beduk ketimbang lainnya. Kita sebagai generasi penerus tentunya akan tetap melestarikan tradisi ini.”, tegasnya. (ist/net)