INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Ketua Fraksi PDI Perjuangan Kabupaten Indramayu, Abdul Rohman, berang setelah menerima keluhan adanya tarif untuk penetapan SK Penjabat Kuwu yang sudah dilantik kemarin sangat fantastis mencapai Rp30 juta. Ia mengindikasikan hal itu bukan hanya diwilayah Indramayu Barat seperti dalam pemberitaan media, tetapi di wilayah Dapil Indramayu 2 dan 3 juga turut mencuat.
“Kemarin kami mendengar keluhan warga yang mempertanyakan tarif SK Pjs Kuwu, katanya diminta Rp30 juta,” kata Rohman saat ditemui dikantornya, Senin,(18/1/2021).
Mendengar informasi dari konsituen dan beberapa ASN yang batal dilantik, Politisi PDI Perjuangan dari Dapil Indramayu 3 ini, langsung on the spot melakukan klarifikasi kepada beberapa Camat yang diduga turut serta dalam pengkondisian pengadaan Penjabat Kuwu.
Menurutnya, dari hasil konfirmasi tersebut, indikasi adanya praktek jual beli jabatan Pjs ini diperoleh dari salah satu Penjabat Kuwu yang belum mendapat izin dari instansi terkait, tetapi kemudian ASN tersebut tetap saja di keluarkan SK pengangkatanya. Ditambah lagi, konflik penolakan warga terjadi dibeberapa desa, yang mana Penjabat Kuwu yang sudah ditetapkan terindikasi dipaksakan untuk tetap dilantik.
“Ini ada apa ?, dua Kadis baru saja dikonfirmasi bahwa hari ini ia memanggil ASN yang diangkat jadi Pjs Kuwu tanpa mengajukan izin persetujuan pimpinan,” terangnya.
Ia meminta kepada seluruh Aparat Penegak Hukum, untuk segera turun melakukan penyelidikan dugaan jual beli jabatan dan gratifikasi ini secara tuntas, pasalnya beberapa bukti petunjuk sudah bisa didalami dari beberapa pemberitaan di media untuk mengungkap adanya praktek kotor tersebut.
BACA JUGA : Penjabat Kuwu Diduga Ditarif Rp25 Juta
Sementara itu, Aktivis Perempuan dan Pegiat Anti Korupsi Kabupaten Indramayu, Winy Darwinih, mengaku miris dengan kondisi birokrasi yang terjadi di Kabupaten Indramayu saat ini. Dalam status akun Facebooknya ia menulis sindiran menukik para pemangku kebijkan berdasarkan hasil pengalaman dan temuan yang terjadi dilapangan selama ini.
“Jujur, miris sekali ketika pejabat negaranya seperti ini, pantas saja persoalan korupsi di Indramayu tak kunjung usai. Karena pejabat pemerintahnya masih belum mengenali bentuk – bentuk korupsi, atau pura – pura engga tau ya,” ujarnya.
Padahal sudah jelas didalam pasal 12 B ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 jo UU no.20 tahun 2001 ” Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ketentuan sebagai berikut…,”.
BACA JUGA : Camat Sukra Sempat Bongkar Pasang Calon Penjabat Kuwu
“Ketika pemerintahnya saja masih menganggap wajar ucapan terimakasih, maka persoalan korupsi di Indramayu sulit untuk dicegah apalagi dihentikan,” terangnya.
Ia teringat pada tahun 2015 yang lalu, ketika ia mengurus surat keterangan domisili di salah satu kelurahan. Setelah selesai ia diminta oleh oknum pegawai agar memberikan uang administrasi sebesar Rp50 ribu.
“Saya nanya administrasi untuk apa dan apakah ada tanda terimanya?, bukannya bapak udah digaji sama negara, lalu petugas di kelurahan bilang kalau tidak ada tanda terimanya, karena sebagai ucapan terima kasih dan kebiasaan di kelurahan kalau bikin surat domisili ada administrasinya,” terangnya.
Atas kondisi yang terjadi pada pelayanan birokrasi itu, ia langsung menemui Lurah, kebetulan yang bersangkutan sedang berada ditempat untuk menanyakan kebiasaan yang selama ini terjadi terkait adanya dugaan gratifikasi di Kantor Kelurahan yang dipimpin.
Ia mengaku sudah 6 tahun fokus dipencegahan korupsi di Kabupatem Indramayu dan ternyata persoalan gratifikasi masih kuat dan sangat sulit untuk dicegah termasuk yang saat ini viral di media sosial.
Apalagi, masyarakat juga sudah menganggap wajar kebiasaan ini, istilah warga ketika dibantu harus pengertiannya. Pengertian yang dimaksud adalah memberikan timbal balik atas pelayanan yanv diberikan.
Memang perjuangannya masih panjang mengurai sistem korupsi yang menggurita. meskipun agen Saya Perempuan Anti Korupai (SPAK), salah satu lembaga bentukan KPK RI sudah berbusa – busa melakukan sosialisasi pencegahan korupsi, dan sudah banyak pejabat negara yg kena OTT, tapi tetap saja praktek – praktek korupsi masih marak dan tidak memberikan efek jera untuk pelaku korupsi.
“Dari semua itu dibutuhan komitmen pemerintah daerahnya, karena menurutku ini bukan persoalan kewajaran melainkan kekurang ajaran pejabat publik. Saya berharap setelah Bupati terpilih nanti dilantik, Kebiasaan – kebiasaan yang dilakukan pejabat publik ini bisa disikapi dan ditindak tegas,” pungkasnya.