INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Pandangan Umum Fraksi PDI Perjuangan terhadap nota penjelasan Bupati Indramayu atas Perubahan APBD 2018 pekan kemarin, konsisten menyoroti perihal kinerja PD.BWI yang dinilai mainstrem dalam mengelola bisnis yang saat ini sedang ramai diperbincangkan sebagai supplier program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) luncuran Kemensos RI.
Lewat juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, Liana mengatakan kenaikan kurang lebih Rp1 miliar yang diklaim oleh manajemen PD BWI pada hasil pengelolaan kekayaan derah yang dipisahkan, pihaknya memprediksi keuntungan dari bisnis beras untuk menopang kebutuhan program BPNT masih bersifat destruktif, sebab dengan pola bisnis yang dilakukan secara ekstrim dan monopolik, mestinya PD. BWI mendapat keuntungan lebih besar dari perhitungan keuntungan diatas.
“Terkait dengan keraguan kami terhadap keuntungan PD BWI yang hanya berkisar Rp1 miliar, seiring dengan informasi yang didapat bahwa ada pembagian keuntungan dari PD BWI kepada struktur pemerintah tingkat kecamatan hingga desa sebagai pihak yang mengkordinasikan penerima manfaat BPNT,” tuturnya.
Menurutnya, jika informasi itu benar, maka wajar jika keuntungan PD.BWI dari hasil bisnis BPNT jumlahnya sangat kecil dibandingkan konflik dagang yang ditimbulkan dengan seluruh e-waroeng akibat pemblokiran agen oleh pihak bank BNI atas intervensi PD.BWI.
Sementara itu, Bupati Indramayu sebagai pemilik PD BWI dalam jawaban pandangan umum fraksi yang dibacakan Wakil Bupati Indramayu H.Supendi mengatakan PD.BWI sebagai badan usaha milik daerah tentunya melihat berbagai macam peluang penjualan yang ada dalam upaya meningkatkan pendapatan salah satunya adalah keikitasertaan pada program BPNT.
Menurutnya, penentu supplier BPNT adalah e-waroeng, sementara e-waroeng sendiri ditunjuk dan ditetapkan oleh bank penyalur, dimana bank penyalur berhak menentukan kelayakan atau ketidaklayakan, menonaktifkan dan mengaktifkan sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku mengenai pedoman umum BPNT.
“Bank penyalur sendiri ditentukan dan ditetapkan oleh Kemensos RI, sehingga tidak ada yang mampu melakukan monopoli terhadap suplay bahan pangan pada program BPNT tersebut,”tutur Wabup.
Terkait keuntungan PD BWI sebesar Rp1 miliar, Pemkab Indramayu menyadari jumlah tersebut masih dapat ditingkatkan mengingat besarnya kebutuhan suplay beras pada program BPNT. Pemkab Indramayu akan terus mendorong kepada PD BWI agar dapat melakukan inovasi dan usaha yang lebih maksimal.
“Sehingga kedepannya akan memberikan keuntungan yang lebih besar lagi,” ungkapnya.
Informasi yang diperoleh dilapangan, dari jumlah penerima program BPNT di Kabupaten Indramayu sekitar 160 ribu KPM masing – masing memperoleh bantuan dari Kemensos sebesar Rp110 ribu per bulan untuk pembelian beras dan telor. Indikasi dilapangan adanya dugaan PD BWI telah melakukan monopoli bisnis tersebut yaitu ditemuinya beberapa e-waroeng bukan binaan PD BWI sebagai suplayer sepi pembeli, karena pengambilan dan transaksi BPNT selalu dilakukan di kantor – kantor Kecamatan ataupun di Desa, sehingga sangat wajar jika jatah KPM sebesar Rp110 ribu disinyalir berkurang dari keinginan KPM dengan komposisi perhitungan perolehan beras 7 kg x Rp 11 ribu harga beras Rp77 ribu dan harga telor Rp22 ribu jumlah keseluruhan Rp99 ribu, terdapat keuntungan sekitar 10 – 13 ribu per KPM per bulan dengan formulasi pembagian 70 – 30 persen berdasarkan hasil kesepakatan bersama antara e-waroeng dengan PD BWI di RM Panorama Indramayu saat acara Bukber lalu. Maka sudah dapat dikalkulasi jika secara keseluruhan KPM diiisi oleh PD BWI dengan rata – rata keuntungan 10 – 13 ribu x 160 ribu akan ditemukan jumlah Rp1,6 miliar klaim keuntungan dari bisnis sebagai supplier BPNT ini setiap bulan.
Kondisi itu seperti terjadi di beberapa desa, saat pencairan dana BPNT, seluruh KPM menyerahkan kartu di balai desa, kemudian seluruh kartu di gesek oleh perangkat desa dan esok hari beras dan telor diterima KPM lewat pemberitahuan TOA di pusat pusat informasi seperti masjid dan mushola.