KRANGKENG,(Fokuspantura.com),- Petani garam di Desa Krangkeng, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, nekat untuk tetap memproduksi garam pada kondisi musim hujan sudah tiba. Padahal musim hujan seperti sekarang ini, resiko gagal panen akan lebih besar karena hujan sewaktu-waktu bisa turun.
Salah satu petani garam yang masih memproduksi garam, H. Ramidi warga Desa Krangkeng mengungkapkan pihaknya nekat untuk memproduksi garam di musim hujan ini karena selain sebagai uji coba juga karena harga garam yang masih bagus.
“Baru uji coba saja biar kedepannya disaat musim hujan lagi kita mengetahui harus bagaimana agar produksi garam jadi”, ucapnya.
Ia menjelaskan, dalam hitungan petani garam, musim produksi garam biasanya dimulai pada bulan Juli. Pada musim produksi tersebut, petani biasanya mampu menghasilkan 100 hingga 150 ton garam per hektarnya.
“Bulan Juli-Agustus kemarin hasilnya bagus karena cuacanya yang sangat mendukung. Selain itu juga harga garam mahal,” terangnya.
Ditambahkannya, harga garam geo membran saat itu mencapai 2.300/kg dan garam standar 2.000/kg. Harga tersebut jauh lebih tinggi dari harga sebelumnya yang hanya 250/kg untuk garam bio membran.
“Harga tersebut baru pertama kali dirasakan petani garam selama berpuluh-puluh tahun menjadi petani garam”, tuturnya dengan sumringah.
Dengan harga garam yang tinggi itu, H. Ramidi pun bersepekulasi memproduksi garam dengan menerapkan geomembran di lahan seluas 3 hektar dari total lahan yang dimiliki seluas 9 hektar. Meski sudah mengeluarkan uang sekitar 50 juta lebih, namun sudah 1 bulan berjalan, produksi garam belum juga jadi.
“Masih air belum terjadi pengkristalan karena hujan. Mudah-mudahan kedepannya produksi garam di musim hujan bisa berhasil. Karena sudah mengetahui kekurangannya,” tandasnya.
