INDRAMAYU,Fokuspantura.com),– Masyarakat Desa Mekarsari Kecamatan Patrol Kabupaten Indramayu yang tergabung dalam Komunitas Jaringan Tanpa Asap Batubara Indramayu (Jatayu), kembali berunjuk rasa menolak pembangunan PLTU Indramayu ll, Selasa (25/7).
Aksi yang digelar di area pembangunan akses jalan masuk atau access road PLTU II tersebut selain didampingi Divisi Advokasi dan Litigasi Walhi Jabar dan diikuti ratusan warga dari kalangan petani baik penggarap maupun buruh tani diikuti pula sejumlah nelayan Desa Ujunggebang Kecamatan Sukra. Para pendemo mendesak pemerintah agar membatalkan pembangunan mega proyek industri listrik berkapasitas 2 x 1000 MW, karena akan merugikan masyarakat petani dan juga nelayan yang berada di lingkungan sekitar.
“Seluas 275 hektar lahan produktif akan hilang sehingga mengancam kehidupan ribuan orang warga Desa Mekarsari,” ujar salah satu penanggung jawab aksi, Ahmad, pada penyampaian orasi.
Ahmad juga mengatakan, akibat dialihfungsikannya lahan tersebut ratusan bahkan ribuan warga baik petani penggarap maupun buruh tani tidak dapat lagi beraktifitas di lahan yang biasa mereka kerjakan.
Bukan hanya itu, lanjut Ahmad, dampak beroperasinya PLTU I sudah sangat dikeluhkan warga, akan tetapi pemerintah tidak merespon bahkan akan ditambah dengan pembangunan PLTI II yang kapasitasnya dua kali lipat yang dipastikan akan memperbesar resiko kesehatan warga.
Ahmad juga menegaskan, tidak adanya transparansi pada proses pengadaan lahan untuk PLTU II, telah menimbulkan kekecewaan dimana warga terdampak tidak pernah diberikan sosialisasi terkecuali para pemilik lahan. Termasuk penyusunan dokumen yang tidak memenuhi prosedur.
Atas permasalahan itu beberapa masyarakat Desa Mekarsari mengajukan gugatan kepada PTUN Bandung atas dikeluarkannya ijin lingkungan pada tahun 2015. Disidangkan pekan depan.
“Kami tegaskan selama proses persidangan berlangsung tidak diperbolehkan melakukan aktifitas pembangunan access road, jika itu dilanggar maka akan ada pengerahan masa lebih banyak lagi untuk menghentikan aktifitas tersebut,” pungkasnya.
Di tempat sama, Staf Divisi Advokasi dan Litigasi Walhi Jabar, Wahyudin Iwang, mengatakan, aksi tersebut merupakan bentuk protes warga atas reaiko yang akan ditanggung dari ancaman pencemaran lingkungan yang akan timbul jika pembangunan PLTU II tersebut terus dilanjutkan. Ditambah lagi sumber kehidupan mereka yang terancam hilang akibat digunakannya lahan seluas 275 hektar untuk kebutuhan PLTU II yang notabene adalah lahan produktif.
Dikatakannya, secara administrasi proses kelengkapan dokumen yang dilakukan pihak PLN tidak sesuai dengan prosedur karena banyak warga terdampak yang tidak dilibatkan pada sosialisasi rencana pembangunan PLTU II. Termasuk pada pelaksanaan pembangunan access road telah terjadi pelanggaran dikarenakan belum terselesaikannya perijinan.
Kemudian lanjut Iwang, proses kelengkapan dokumen land acquisition plan (LAP) atau rencana pengadaan lahan. Semestinya ditempuh sebelum pelaksanaan pengadaan lahan. Akan tetapi justru yang terjadi sebaliknya, pengadaan lahan sudah dilaksanakan sementara dokumen LAP hingga saat ini belum terselesaikan.
“LAP itu sendiri merupakan rujukan tahapan pekerjaan pembangunan PLTU mulai dari proses pengadaan lahan hingga tahap pekerjaan, termasuk pembuatan access road,” tegasnya.
Koordinator Jatayu Desa Ujunggebang, Sarjani, yang juga mewakili masyarakat nelayan, mengungkapkan, keberadaan PLTU I jelas sangat merugikan nelayan hal itu disebabkan adanya kapal pengangkut batubara yang mengganggu aktivitas para nelayan yang mengakibatkan penurunan pendapatan.
Selain terganggu dengan keberadaan kapal tongkang hasil tangkapan jauh menurun karena diperairan pantai tidak lagi didapati ikan sehingga harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi.
“Dampak PLTU I sangat jelas dirasakan nelayan ditambah lagi PLTU II maka secara tidak langsung pemerintah akan membunuh rakyat secara perlahan-lahan baik petani ataupun nelayan,” ungkapnya. (Robi Cahyadi)