PolitikIka Darma Ayu Menilai Bupati Indramayu Ciderai Morally Binding Responsibilities

Ika Darma Ayu Menilai Bupati Indramayu Ciderai Morally Binding Responsibilities

INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Ikatan Keluarga Mahasiswa Indramayu (Ika Darma Ayu) Bandung menanggapi issu mundurnya Bupati Indramayu, Hj Anna Sophanah yang telah disetujui DPRD Indramayu, pada 7 Nopember 2018 lalu, memiliki beberapa pandangan sebagai kontribusi intelektual akademisi dalam tatanan kehidupan berdemokrasi.

Dalam rilis yang diunggah akun Facebook Ika Darma Ayu Bidang Eksternal Ika Darma Ayu Bandung Periode 2016  – 2018, sedikitnya memberikan catatan sebagai berikut.

1. Pengunduran diri Bupati Anna Sophanah merupakan hak individu yang dijamin oleh
Pasal 78 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa “kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena permintaan sendiri”.

2. Permintaan mundurnya dari jabatan Bupati dengan alasan “ingin lebih fokus mengurusi keluarga” menjadi sorotan dalam pandangan ini.

3. Bahwa ketika Pilkada 9 Desember 2015, Anna Sophanah sebagai calon Bupati Indramayu dengan status petahana tentunya berkomitmen menjadi Bupati untuk menjabat dan mengabdi selama 5 tahun dengan masa bakti 2015 – 2020.

4. Bahwa ketika terpilihnya Anna Sophanah sebagai Bupati Indramayu yang dilantik pada
17 Februari 2016 mempunyai 2 (dua)tanggung jawab. Pertama legally binding responsibilities dan kedua morally binding responsibilities.

5. Bahwa legally binding responsibilities mempunyai implikasi terhadap bagaimana Bupati melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan morally binding responsibilities salah satunya mempunyai implikasi terhadap Bupati untuk mempertahankan kepercayaan yang telah diamanahkan oleh rakyat melalui Pilkada, salah satunya kepercayaan untuk menjabat dan mengabdikan dirinya selama
periode yang telah ditentukan.

6. Bahwa dengan permintaan mundurnya Bupati Anna Sophanah berarti telah menciderai morally binding responsibilities. Sehingga hal ini menjadi preseden buruk terhadap tatanan Pemerintahan Daerah Indramayu, khususnya hal ini akan menjadi catatan ketika memilih calon bupati yang akan datang.

“Jangan bosan bicara tentang kebenaran,
agar demokrasi tak berakhir dengan kesia-siaan” (Najwa Shihab)

Sementara itu,  Bupati Indramayu, Hj. Anna Sophanah dalam setiap sambutan mutasi pejabat Pemkab Indramayu selalu mengatakan jika jabatan yang akan diemban merupakan amanah dan bentuk kepercayaan pimpinan dan pada saatnya akan dipertanggung jawabkan bukan hanya kepada pimpinan tetapi kepada Allah SWT.

Sebuah ungkapan yang sepatutnya dapat dianalisa secara mendalam, jika mundurnya Bupati Anna Sophanah secara ikhlas tak dapat dihubungkan secara nurani dengan pernyataan di atas.

Kasus Serupa Bupati Kutai Timur Mundur

Keputusan mengejutkan Bupati Kutai Timur, Isran Noor dilansir Antaranews.com, dibilang sebagai kasus langka dan sangat jarang terjadi dalam peta perpolitikan pada pemerintahan daerah sejak era reformasi.

Munculnya kasus pemberhentian seorang kepala daerah yang sering terjadi selama ini karena meninggal dunia (berhalangan tetap) dan diberhentikan karena tersangkut kasus hukum atau pelanggaran sumpah jabatan.

Bahkan, kepala daerah yang akan habis masa jabatannya pada periode pertama, hampir pasti ingin mencalonkan lagi untuk jabatan periode kedua, karena undang-undang memang tidak melarangnya.

Tidak sedikit pula kepala daerah yang tersangkut masalah hukum dan sudah ditetapkan sebagai tersangka, bahkan masih tetap ngotot bertahan dan tidak bersedia mundur dari jabatannya.

“Kami mengapresiasi keputusan Pak Isran Noor, meskipun sampai saat ini kami belum tahu pasti alasan beliau mengajukan pengunduran diri. Kami akan mengundang fraksi-fraksi untuk membahas surat pengunduran diri tersebut,” kata Ketua DPRD Kutai Timur Mahyunadi, usai rapat paripurna.

Kendati menurut undang-undang dibenarkan, namun pengamat hukum dan politik Universitas Mulawarman Samarinda Herdiansyah Hamzah SH, LLM menilai pengunduran diri Isran Noor tanpa disertai alasan yang logis merupakan pelanggaran etika pemerintahan.

“Seharusnya, Isran Noor memberikan alasan yang logis terkait pengunduran dirinya, tidak hanya ke DPRD, tetapi juga kepada publik yang telah memilihnya,” kata Herdiansyah ketika dihubungi Antara.

Alumnus Pascasarjana Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada itu, juga menilai pengunduran diri Isran Noor sebagai sikap yang tidak etis, karena menanggalkan kepercayaan yang diamanatkan masyarakat di tengah masa jabatannya.

“Ini soal komitmen sebab dia (Isran Noor) masih memiliki tanggung jawab menyelesaikan masa jabatannya hingga 13 Februari 2016, sehingga sangat tidak etis menanggalkan kepercayaan yang diamanatkan publik di tengah masa jabatannya. Itu artinya dia telah menggadaikan kepercayaan publik demi kepentingan pribadinya,” ujarnya.

Ia juga mencurigai indikasi adanya langkah politik di balik pengunduran diri Isran Noor tersebut.

“Mundur dan memilih langkah politik lain, memang hak pribadi yang dijamin oleh konstitusi. Tapi, kan mereka sudah tidak mewakili pribadi tetapi jabatannya itu sudah mewakili publik,” ujarnya.

Kasus Isran Noor juga bisa menjadi preseden buruk, karena dia tidak bisa begitu saja menjadikan pemerintahan sebagai alasan pribadi, karena itu merupakan ranah publik.

“Ini sama dengan kasus Dicky Chandra yang dulu mundur dari jabatan Bupati Garut. Ini memang aneh, sebab banyak pejabat yang tersangkut korupsi atau kasus hukum, justru tidak mau mundur,” ujar Herdiansyah.

Masyarakat berhak mengetahui alasan yang lebih konkrit soal pengunduran diri tersebut dan Isran Noor tidak boleh mengabaikan masyarakat meminta pertanggungjawabannya.

“Dia (Isran Noor) harus tahu kalau bupati itu jabatan politik yang pertanggungjawabannya harus kepada publik. Itu, kewajiban yang melekat di dirinya. DPRD sebagai wakil rakyat juga tidak boleh asal menerima dan bertanggung jawab mendesak alasan pengunduran diri Isran Noor,” katanya.

Pernyataan berbeda disampaikan pengamat politik dari Universitas Balikpapan Dr Piatur Pangaribuan, yang menyebut Isran Noor hanya sekadar mencari sensasi dari keputusan mundurnya.

“Pak Isran itu kan sedang tidak berhalangan tetap, tidak gila, dan tidak sakit yang membuat dia tidak bisa menjalankan kewajibannya,” kata Kepala Program Pascasarjana Universitas Balikpapan itu.

Menurut Piatur, pernyataan mundur mantan Ketua DPD Partai Demokrat Kaltim itu hanya menambah pekerjaan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, sekaligus membebani kas negara karena DPRD harus menggelar sidang untuk membahasnya.

“Itulah, pemerintah kita kadang tidak fokus mengurus rakyat, karena disibukkan oleh hal-hal sensasional seperti ini,” katanya.

Alasan mundur karena ingin mengabdi di dunia pendidikan, menurut Piatur sebenarnya niat menjadi dosen masih bisa ditunda hingga masa jabatan bupati berakhir pada Februari 2016.

“Secara urgensi, Isran Noor seharusnya lebih mengutamakan kepentingan rakyat Kutai Timur yang sudah memilihnya sebagai pemimpin, ketimbang mengajar sejumlah mahasiswa di ruang-ruang kuliah yang terbatas,” tegasnya.

Akan tetapi, benarkah hanya karena ingin mengabdi di dunia pendidikan menjadi alasan Isran Noor memutuskan mundur dari jabatan bupati atau ada persoalan politik lebih besar lain yang mendorongnya?

ads

Baca Juga
Related

PJT II Seksi Patrol Upayakan Pasokan Air

PATROL, (Fokuspantura.com),- Kondiai air baku dimusim kemarau yang terus...

Bumdes Ujunggebang Nominasi Enam Besar Propinsi Jabar

SUKRA, (Fokuspantura.com),- Menindak lanjuti hasil penilaian administrasi lomba Bumdes...

Kejari TTU Gelar Semarak Bhakti Adhyaksa ke-64

TIMOR TENGAH UTARA,(Fokuspantura.com),- Kejaksaan Negeri (Kejari) Timor Tengah Utara...

Subada Resmi Dilantik Anggota Fraksi PDI Perjuangan

INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Setelah mengalami proses panjang pasca mendiang anggota Fraksi...
- Advertisement -

FokusUpdate

Popular

Mau copas berita, silahkan izin dulu
Mau copas berita, silahkan izin dulu