PPDB Dievaluasi, KPAI Buka Posko Pengaduan

banner 120x600

JAKARTA,(Fokuspantura.com),-  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membuka posko pengaduan Pendaftaran Peserta Didik Baru(PPDB) tahun 2019 secara nasional melalui nomor (wa) 08213677 2273, atau email pengaduan@kpai.go.id dan nomor telepon pengaduan ke 021-31901556082298444546.

Penegasan itu disampaikan disela – sela diskusi public bertema “ Kebijakan PPDB dan Rotasi Guru Dengan Sistem Zonasi Sebagai Upaya Pemerataan Kualitas Pendidikan  Dalam Persfektif Kepentingan Terbaik Bagi Anak”, Rabu(19/6/2019) di Kantor KPAI Jakarta.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti menyampaikan strategi pengawasan dan pengaduan KPAI pada pelaksanaan PPDB 2019. Dalam paparan diskusi yang dihadiri Pakar Pendidikan dan Anggota Badan Akredatasi Nasional, Itje Chodijah,  Heru Purnomo (Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, Heru Purnomo dan Dewan Kehormatan FSGI, Guntur Ismail. KPAI  menyampaikan analisis bahwa terdapat sedikitnya 9 permasalahan PPDB Sistem Zonasi berdasarkan pemantauan sejak dua tahun terakhir.

“Masalah pertama, penyebaran sekolah negeri yang tidak merata di tiap kecamatan dan kelurahan, sementara banyak daerah yang pembagian zonasi pada awalnya di dasarkan pada wilayah administrasi kecamatan,” tuturnya dalam rilis yang diterima.

Kedua, terdapat calon siswa yang tidak terakomodasi, sehingga tidak terakomodasi, karena tidak bisa mendaftar ke sekolah manapun. Sementara ada sekolah yang kekrangan siswa, karena letaknya jauh dari pemukiman penduduk.

Ketiga, orangtua mengantre hingga menginap di sekolah, padahal kebijakan PPDB nya zonasi dan system online, siswa dizona terdekat dengan sekolah pasti diterima. Meski mendapatkan nomor antrian 1, akan tetapi domisili jauh dari sekolah, maka peluangnya sangat kecil untuk diterima

Keempat, minimnya sosialisasi system PPDB ke para calon peserta didik dan orangtuanya, sehingga menimbulkan kebingungan.  Sosialisasi seharusnya dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif.

Kelima, masalah kesiapan infrastruktur untuk pendaftaran secara online.

Keenam, transparansi kuota per zonasi yang sering menjadi pertanyaan masyarakat, termasuk kuota rombongan belajar dan daya tampung. Permendikbud 51/2018 menentukan maksimal jumlah Rombel per kelas  untuk SD 28, untuk SMP 32 dan untuk SMA/SMK 36 siswa.

Ketujuh, penentuan jarak atau ruang lingkup zonasi yang kurang melibatkan kelurahan, sehingga di PPDB tahun 2019 titik tolak zonasi dari Kelurahan.

Kedelapan, soal petunjuk teknis (juknis) yang kurang jelas dan kurang dipahami masyarakat, dan terkadang petugas penerima pendaftaran juga kurang paham.

Kesembilan, karena jumlah sekolah negeri yang tidak merata di setiap kecamatan maka daerah membuat kebiajkan menambah jumlah kelas dengan system 2 shift (pagi dan siang), dampaknya banyak sekolah swasta di wilayah tersebut kekurangan peserta didik. Di khawatirkan, kalau tidak dipikirkan maka sekolah akan tutup.

“Di DKI Jakarta, pada 2016 pemprov berencana membeli sekolah-sekolah swasta itu dengan APBD agar mayoritas anak Jakarta bisa mengakses sekolah gratis di negeri,” ujarnya.

Ia menjelaskan, antrian pendaftar hingga mengular di sekolah-sekolah yang dianggap favorit oleh masyarakat menunjukkan pemahaman masyarakat terkait prinsip zonasi dan online tidak dipahami. Hal ini di picu oleh banyak pesan di grup-grup WhatsAap pernyataan berikut ini.

“Disarankan untuk mendaftar lebih awal karena, jika Jarak zona,  nilai UN dan USBN,  serta usia calon siswa sama,  maka yang akan diterima adalah yang mendaftar terlebih dahulu,” tandasnya.

Menurutnya, kalimat yang terakhir yang dipegang masyarakat “yang akan diterima adalah yang mendaftar terlebih dahulu”, kalimat pendahulunya bahwa itu ada prasyaratnya tidak dicerna dengan baik.  Padahal, kalau pendaftar yang domisilinya jauh dari sekolah dan memegang nomor urut antrian pertama sekalipun peluang diterimanya kecil, sedangkan ortu yang mendapatkan nomor antrian diatas 500 tetapi domisilinya sangat dekat dengan sekolah akan berpeluang besar diterima.

“Kalau untuk mendaftar dengan system online, sebenarnya pendaftar dapat melakukan sendiri tanpa harus mengantri di sekolah, kecuali si pendaftar memang tidak bisa melakukan pendaftaran online karena tidak bisa mengoperasikan computer,” tuturnya.

Ia menegaskan, dalam ketentuan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 disebutkan bahwa domisili calon peserta didik ditentukan berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sebelum pelaksanaan PPDB. Kartu keluarga dapat diganti dengan surat keterangan domisili dari rukun tetangga atau rukun warga yang dilegalisir oleh lurah/kepala desa setempat yang menerangkan bahwa peserta didik yang bersangkutan telah berdomisili paling singkat 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya surat keterangan domisili.

Klausul afirmasi surat keterangan domisili paling singkat 1 (satu) tahun pada pasal 18 Permendikbud 51 tahun 2019 ini hendaknya di terapkan dengan benar oleh pihak terkait. Jika tidak, potensi kecurangan seperti PPDB tahun 2018 akan terulang.

Demikian halnya dengan kelompok Prasejahtera yang harus melakukan verifikasi terlebih dahulu kepada sekolah tempat mendaftar. Kepala sekolah berkewajiban melakukan verifikasi faktual tentang keberadaan keluarga Prasejahtera. Untuk kelompok Prasejahtera, selain harus mematuhi zona domisili, juga harus dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Peserta Program Keluarga Harapan (PKH), atau Memiliki surat keterangan hasil verifikasi dari kepala sekolah tempat terdaftar Sekarang tidak dikenal istilah Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang banyak menjadi masalah seperti pada PPDB 2018.

“KPAI juga membuka pengaduan PPDB. Masyarakat dapat melayangkan pengaduan ke nomor (wa) 08213677 2273, email pengaduan@kpai.go.id dan nomor telepon pengaduan ke 021-31901556, dan 082298444546,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mau copas berita, silahkan izin dulu
Mau copas berita, silahkan izin dulu