
DALAM sistem hukum Indonesia, asas lex superior derogat legi inferiori memiliki arti bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah apabila terjadi pertentangan. Asas ini menjadi pilar penting dalam menjaga hierarki dan konsistensi norma hukum.
Dalam konteks Pemilihan Kepala Desa (Pilkades), landasan hukum utamanya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta perubahan dan penguatan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024, yang substansinya mengatur poin perubahan dan inti perubahan
- Dana Konservasi / Rehabilitasi Desa di area lingkungan alam/kawasan khusus berhak dana konservasi/rehabilitas.
- Pilkades — Calon Minimal Harus 2 calon; jika hanya 1, ada perpanjangan pendaftaran & dan mekanisme musyawarah.
- Masa Jabatan Kepala Desa diperpanjang jadi 8 tahun; maksimal 2 periode (berturut-turut atau tidak).
- Tunjangan Purnatugas Kepala Desa, BPD, Perangkat Desa berhak mendapat tunjangan purnatugas.
- Pendapatan Desa Diperjelas sumbernya; 10 persen pajak/retribusi daerah dialokasikan; adanya sanksi untuk transfer jika desa atau di pemerintah daerah lalai.
- Peralihan Jabatan (Transisi)Pejabat sebelumnya bisa kembali mencalonkan berdasarkan periode; aturan transisi masa jabatan dan perangkat desa ASN.
- Pelaporan UU Pemerintah harus laporan pelaksanaan ke DPR paling lambat 3 tahun setelah berlaku.
Dalam konteks Pilkades saat ini, ada problematika muncul ketika aturan teknis pelaksanaan berupa Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang seharusnya menjadi turunan UU belum disahkan atau masih dalam proses penyusunan. Dalam kondisi ini, pemerintah daerah sering dihadapkan pada dilema. Apakah penyelenggaraan Pilkades dapat dilakukan hanya berlandaskan pada norma umum dalam UU, atau harus menunggu hadirnya aturan teknis yang lebih rinci.
Di sinilah asas lex superior derogat legi inferiori menjadi penting. Karena Undang-Undang memiliki kedudukan lebih tinggi daripada PP dan Permendagri, maka ketentuan dalam UU tetap berlaku dan mengikat, meskipun aturan pelaksanaannya belum tersedia.
Dengan kata lain, kekosongan hukum di level teknis tidak dapat membatalkan keberlakuan UU itu sendiri. Prinsip ini menjaga agar tidak terjadi stagnasi pemerintahan desa akibat alasan administratif.
Sebagai contoh, jika UU telah mengatur bahwa Pilkades wajib dilaksanakan setiap enam tahun sekali, maka ketentuan itu tetap harus dipatuhi meskipun PP atau Permendagri yang mengatur teknis pencalonan, daftar pemilih, dan tata cara pemungutan suara belum diterbitkan. Pemerintah daerah dapat mengacu langsung pada norma umum UU serta mengadopsi aturan transisional melalui peraturan bupati/walikota sebagai langkah bridging regulation, selama tidak bertentangan dengan norma yang lebih tinggi.
Meski demikian, penerapan asas ini juga memiliki keterbatasan. UU hanya memuat norma dasar, sehingga tanpa aturan teknis ada potensi multitafsir yang berisiko menimbulkan konflik hukum maupun sosial.
Oleh karena itu, penerapan asas lex superior derogat legi inferiori bersifat sementara dan tidak boleh menggantikan kewajiban pemerintah untuk segera membentuk peraturan turunan. PP dan Permendagri tetap dibutuhkan agar pelaksanaan Pilkades berjalan seragam, akuntabel, dan tidak menimbulkan celah hukum.
Dengan demikian, penerapan asas lex superior derogat legi inferiori dalam konteks Pilkades dapat dirumuskan sebagai berikut:
- UU Desa sebagai lex superior tetap berlaku dan mengikat meski aturan teknisnya belum ada.
- Aturan teknis yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan UU, dan kekosongan teknis dapat dijembatani dengan peraturan kepala daerah sepanjang tidak menyalahi norma UU.
- Ketiadaan PP/Permendagri tidak menghapus kewajiban penyelenggaraan Pilkades, meskipun berpotensi menimbulkan problem teknis yang harus dikelola secara hati-hati.
- Segera disahkannya peraturan turunan menjadi keharusan, demi menjamin kepastian hukum, keseragaman, serta perlindungan hak politik masyarakat desa.
Kesimpulan
Pilkades secara yuridis dapat dilaksanakan dengan menggunakan uu no 3 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU no 6 tahun 2014 yang teknisnya menggunakan aturan turunan transisi yakni semua aturan yang terkait teknis Pilkades dibawah UU.
Semoga Bermanfaat.
*) Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Pasca Sarjana Universitas Wiralodra Indramayu.