INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia(Hakordia) yang jatuh pada 9 Desember 2021, direfleksikan oleh Ikatan Wartawan Online (IWO) dan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Indramayu dengan mengadakan diskusi publik, mengambil tema membangun budaya anti korupsi di Indramayu, Kamis,(9/12/2021).
Dalam diskusi di program Teras IWO tersebut, hadir sejumlah narasumber diantaranya Mario Vegas Pardamean Tanjung, SH, Kepala Sub Seksi Penyidikan Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kabupaten Indramayu dan praktisi hukum, Dr.H Khalimi, S.H, M.H CTA dipandu dua moderator Ihsan Mahfudz dari SMSI Indramayu dan Eko Junanto, S.H dari IWO Indramayu.
Kepala Sub Seksi Penyidikan Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kabupaten Indramayu,Mario Vegas Pardamean Tanjung, dalam kesempatan tersebut menjelaskan soal tugas dan fungsi kejaksaan sebagai aparat penegak hukum dalam penanganan tindak pidana korupsi.
“Selain upaya pemberantasan korupsi, kami juga terus mendorong adanya pencegahan dari potensi-potensi korupsi yang menyebabkan kerugian uang negara. Peran serta dari masyarakat dan seluruh elemen untuk menggaungkan budaya anti korupsi akan memiliki peran yang cukup besar untuk menekan potensi-potensi penyelewengan uang negara,”kata dia.
Menurutnya,Tindakan korupsi itu terjadi karena adanya sifat keserakahan, kesempatan, kebutuhan dan pengungkapan namun demikian, faktor dominan melekat pada individu atau personal karena keserakahan dan kebutuhan menyebabkan tindakan pidana tersebut dilakukan.
Guna meminimalisir tindakan korupsi tersebut, Kejaksaan Negeri (Kejari) Indramayu telah melakukan langkah-langkah dengan tiga kegiatan, yakni upaya preventif atau penindakan hingga ke persidangan, upaya perbaikan sistem, saran dan rekomendasi kepada Pemkab Indramayu serta kampanye anti korupsi seperti kegiatan Jaksa Masuk Sekolah dan lain – lain.
FOKUS LINK YOUTUBE INI : https://youtu.be/vnK3cGe-Hn4
“Peran media dalam memberikan edukasi kepada masyarakat juga menjadi penting untuk menyebarluaskan informasi terhadap bahaya korupsi,” terang Jaksa asal kota mangga ini.
Sementara itu, Praktisi Hukum, Dr.H Khalimi, S.H, M.H CTA, mengatakan, untuk membudayakan gerakan anti korupsi di daerah harus dimulai dari perubahan cara pandang individu baik pemangku kebijakan, aparatur negara serta seluruh stakeholder yang ada termasuk aparat penegak hukum untuk membudayakan gerakan anti korupsi di semua level tingkatan masyarakat.
Cara pandang bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dimiliki oleh semua instrumen bangsa baik aparatur pemerintah hingga masyarakat.
“Selain itu, pendidikan dan pemahaman yang intens dari semua kalangan tentang ancaman korupsi harus dilakukan. Kita juga harus memiliki komitmen bersama bahwa korupsi menjadi kejahatan yang harus diberantas dan menjadi musuh bersama,” kata Dosen UTA ’45 Jakarta ini.
Ia menjabarkan, bahwa banyak kajian dan teori penyebab terjadinya korupsi hingga dapat terungkap di persidangan hingga vonis hukuman dijatuhkan kepada koruptor diantaranya akibat perubahan politik yang sistematik. Bahkan analisis Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan terdapat empat aspek penyebab korupsi yakni aspek individu pelaku korupsi seperti sifat tamak, moral yang kurang kuat menghadapi godaan dan gaya hidup konsumtif. Aspek berikutnya adalah organisasi seperti kurang adanya teladan dari pimpinan, kelemahan sistem pengendalian manajemen, tidak adanya kultur organisasi yang benar serta manajemen jenderung menutupi korupsi didalam organisasi.
Aspek berikutnya korupsi itu terjadi, kata Khalimi, aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada serta aspek peraturan perundang-undangan seperti kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai, peraturan kurang disosialisasikan serta penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu.
“Dari empat aspek tersebut, nilai – nilai yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yakni orientasi hubungan antar individu selaras, serasi dan seimbang atau dikenal 3S serta orientasi nilai budaya manusia khususnya hakikat hubungan antar manusia dengan sesama,” terang Advokat yang sering manangani perkara korupsi tersebut.
Khalimi menyimpulkan, membangun budaya anti korupsi harus bisa dirubah dengan cara pandang hubungan antar individu dalam bingkai taat sesuai dengan ketentuan UU 31/1999 jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang Korupsi dengan memahami 7 kelompok tindak pidana korupsi yakni perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan serta gratifikasi.
“Budaya anti korupsi adalah budaya, sedangkan korupsi telah membudaya adalah bukan budaya karena itu memerlukan pendidikan, pemahaman yang inten agar timbul kesadaran secara melembaga bahwa korupsi merupakan perbuatan jahat yang harus diberantas,” pungkasnya.


























