Jatayu Desak Pembatalan Proyek Pembangunan dan Izin Lingkungan PLTU Indramayu ll

banner 120x600
BANDUNG,(Fokuspantura.com),-  Gugatan TUN Warga Indramayu terhadap Surat Keputusan Bupati Indramayu Nomor: 660/Kep.51.A-BLH/2015, tertanggal 26 Mei 2015,  tentang Izin Lingkungan untuk Kegiatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu 2 X 1000 MW oleh PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan (UIP) VIII atau  UIP Jawa Bagian Tengah (JBT) I,  di Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat,  saat ini sudah memasuki persidangan ketujuh di PTUN Bandung, Rabu (11/10/2017).
 
Dalam persidangan ini, warga korban yang tergabung dalam Jaringan Tanpa Asap  Batubara Indramayu (JAYATU) melakukan aksi di depan kantor PTUN Bandung. Aksi yang digelar guna memberikan dukungan moril kepada  warga korban terdampak dari Desa Mekarasari Kecamatan Patrol, Desa Tegaltaman dan Ujunggebang Kecamatan Sukra Kabupaten Indramayu saat memberikan kesaksian yaitu  Ahmad Yani,  Mistra,  Ajid dan Sukirman.
 
Salah satu perwakilan petani yang bertinggal di Desa Mekarsari, Ahmad Yani, menyampaikan, bahwa dengan adanya rencana pembangunan PLTU II di desa Mekarsari, pihaknya   sebagai warga setempat sangat menyanyangkan sikap Pemerintah yang tidak pernah memberikan informasi secara jelas.
 
Sementara warga Desa Mekarsari lainya, Mistra, selaku perwakilan nelayan pencari udang rebon, mengatakan, saat ini penghasilan yang di dapat dari hasil melaut setelah adanya PLTU I di Indramayu merasakan kesulitan, padahal sebelumnya selalu mendapatkan hasil yang baik yaitu dalam satu hari bisa mendapatkan sebanyak kurang lebih 75 Kg, namun saat ini ketika ia melaut pendapatan berkurang, hanya memperoleh sekitar 15 kg itupun di anggap sudah bagus karena terkadang sama sekali dalam satu hari tidak mendapatkan hasil.
 
“Adanya PLTU I pendapatan rebon menurun drastis, karena area pencarian berkurang ditambah pencemaran air dari limbah PLTU,” ungkapnya.
 
Warga nelayan Desa Ujunggebang, Ajid, memaparkan, dampak yang disebabkan oleh adanya PLTU I membuat bingung para nelayan yang ada di Desa Ujunggebang, salah satu dampak yang dikeluhkan nelayan adalah  tidak sedikit jaring-jaring nelayan rusak karena terdapat kapal-kapal besar yang memuat batubara untuk bahan bakar yang di perlukan PLTU I.
 
“Jangkar-jangkar perahu besar sering kali merusak jaring yang di pasang nelayan, selain itu nelayan pun harus menambah bahan bakar  perahu karena daerah tangkapannya semakin menjauh, daerah-daerah yang biasa menjadi tangkapan bagi para nelayan rusak karena Jeti dan perahu besar.”tuturnya.
 
Dikatakannya, dampak yang dirasakan nelayan yaitu adanya pencemaran limbah cair ke laut menyebabkan ikan mati dan juga susah lagi untuk di cari di perairan sekitar pantai, kemungkinan ikan-ikan semakin menjauh menghindari air panas dari limbah cair yang di sebabkan oleh PLTU I.
 
“Kami tidak lagi dapat mencari ikan di sekitar pantai sehingga harus menambah beban bahan bakar untuk menangkap ikan di tengah,” pungkasnya.
 
Menyinggung tentang proses pembebasan lahan untuk PLTU II, salah seorang warga Desa Mekarsari, Sukirman, mangatakan, pada saat pembebasan lahan warga merasakan tidak adanya keterbukaan antara pihak PLN dengan para pemilik lahan atau para penggarap lahan, pada saat pembebasan lahan warga langsung diminta untuk di jual lahan yang selama ini di garap, terutama dalam penggantian tanaman banyak sekali hal-hal yang diduga ada penyelewengan, pasalnya uang yang sudah di sediakan PLN ke penggarap,  terdapat banyak uang yang tidak terima secara utuh oleh pemilik lahan, hal ini sangat disayangkan pemilik lahan bahwa pihak desa maupun pihak PLN kurang tepat dalam penggantian tanaman maupun pembelian lahan yang akan di jadikan rencana pembangunan PLTU II.
 
“Tidak adanya transfaransi pada proses pengadaan lahan PLTU II sehingga banyak meeugikan warga terutama petani penggarap,” katanya.
 
Peneliti AEER, Pius Ginting,  mengungkapkan, dirinya  berkesempatan mengunjungi beberapa PLTU terkait dengan kegiatannya sebagai aktivis lingkungan hidup. Kondisi kesehatan warga yang didapati di Desa Tegal Taman yang dekat dengan PLTU Batubara adalah salah satu keadaan buruk yang kerap dijumpai di komunitas yang tinggal dekat PLTU Batubara. Masyarskat mengeluhkan kondisi kesehatan anak anak mereka yang lebih buruk sejak PLTU Batubara Indramayu Jawa Barat beroperasi tahun 2009. 
 
“Untuk tidak memperparah kondisi kesehatan ini, sebaiknya tidak ditambah PLTU Batubara di lokasi tersebut,” tandasnya.
 
Salah  satu Kuasa Hukum warga terdampak, Lasma Natalia dari LBH Bandung,  mengatakan bahwa dalam persidangan akan menghadirkan warga sebagai saksi fakta yang menguatkan tentang kepentingan hukum penggugat dan dampak dari PLTU baik dampak terhadap kesehatan, pekerjaan dan penghidupan warga.
 
“Kesaksian warga terdampak sebagai langkah penguatan atas kepentingan hukum pada persidangan tersebut,” tegasnya.
 
Terpisah, Staf Advokasi Walhi Jabar, Wahyudin yang akrab dengan sapaan Iwang,  Kamis (12/10), menegaskan, proyek PLTU 2 Indramayu telah merugikan petani penggarap sawah, proses proyek PLTU Indramayu juga telah melanggar prosedur dan mekanisme izin lingkungan sebagaimana yang telah diatur dalam UU N0 32 Tahun 2009 tentang PPLH, PP 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dan Permen LH no 5 Tahun 2012 tentang usaha dan kegiatan yang wajib amdal. 
 
Iwang, menambahkan, pelanggaran lainnya adalah Izin Lingkungan Hidup dikeluarkan diluar kewenangan Pemda Indramayu, izin lingkungan PLTU 2 Indramayu melanggar hukum, salah satu peraturan yang di atas mengatur juga terhadap bagaimana warga sekitar rencana kegiatan dipastikan dapat informasi hingga mampu melibatkan perwakilan warga sekitar khususnya warga yang akan terdampak, proses perijinan yang tidak transparan dan tidak adanya keterlibatan masyarakat sekitar jelas sekali hal tersebut sudah menyalahi peraturan yang ada dan jika pun ada dokumen serta ijinnya dikeluarkan maka dokumen yang dimiliki tersebut tidak syah dan cacat hukum.
 

“Pada proses penerbitan ijin lingkungan, keterlibatan warga terdampak adalah suatu keharusan, dengan tidak adanya penyertaan warga ditambah landasan penerbitan yang mengacu pada dokumen yang tidak valid maka ijin lingkungan tersebut cacat hukum,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mau copas berita, silahkan izin dulu
Mau copas berita, silahkan izin dulu