BPK Temukan 12 Paket Pekerjaan PUPR 2017 Bermasalah

banner 120x600
INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Badan Pemeriksa Keuangan(BPK) Propinsi Jawa Barat telah menemukan kekurangan volume pekerjaan yang telah dibayar atas volume pekerjaan yang terpasang pada 12 paket pekerjaan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruangan (PUPR) Kabupaten Indramayu tahun 2017.
 
Belanja modal yang sudah ditentukan pada Tahun Anggaran 2017 sebesar Rp546,7 miliar  sudah direalisasikan sebesar Rp526,1 miliar atau 96,24 persen.
 
“Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas dokumen kontrak, back up data kuantitas , as built drawing dan pemeriksaan fisik dilapangan diketahui terdapat kekurangan volume pada 12 paket pekerjaan sebesar Rp885,1 juta dan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pada dua paket pekerjaan sebesar Rp31 juta,”kata Penanggung Jawab Pemeriksa BPKP, Yophi Setiawan seperti data yang diterima Fokuspantura.com.
 
Penjelasan rincian 12 paket pekerjaan yang menjadi catatan BPKP diantaranya kekurangan volume pekerjaan pembangunan dan peningkatan jalan 9 kontrak senilai Rp824,1 juta, kekurangan volume pekerjaan gedung dan bangunan 1 kontrak senilai Rp60,9 juta dan denda keterlambatan penyelesaian paket pekerjaan pembangunan jalan senilai Rp30,1 juta.
 
Kekurangan volume pekerjaan pembangunan dan peningkatan jalan dari hasil pemeriksaan BPK tahun 2017 diantaranya terjadi pada 9 paket pekerjaan yakni pekerjaan pembangunan jalan Gatot Soebroto segmen 1, peningkatan jalan RE Martadinata, pekerjaan pembangunan jalan Rambatan Wetan – Pecuk, Pekerjaan Pembangunan Jalan Bangkir – Cemara(Banprov 2017), Pekerjaan Pembangunan Jalan Bangkir – Cemara(APBD 2017), Pekerjaan Peningkatan Jalan Legok – Margamulya(DAK), Pekerjaan Peningkatan Jalan Legok – Margamulya(APBD), Pekerjaan Peningkatan Jalan Tulungagung – Cirangrong (DAK), Pekerjaan Peningkatan Jalan Tulungagung – Cirangrong (APBD). Adapun untuk kekurangan volume pekerjaan gedung dan bangunan terjadi pada pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Type C Wilayah Indramayu Timur (tahap IV) dengan total anggaran yang dibayar sebesar Rp24,3 miliar ditemukan volume pekerjaan sebesar Rp60,9 juta.
 
Adapun untuk keterlambatan penyelesaian paket pekerjaan pembangunan jalan sebagai mana yang sudah ditetapkan dalam APBD 2017 untuk belanja modal jalan, irigasi dan jaringan sebesar Rp413 miliar  dengan realisasi per 31 Desember 2017 sebesar Rp396,9 miliar atau sekitar 96,1 persen dari anggaran. Realisasi anggaran tersebut sekitar Rp174,3 miliar diantaranya dipergunakan untuk pengadaan jalan Kabupaten Indramayu.
 
Pengadaan jalan Kabupaten tersebut, Rp19,4 miliar diantaranya dipergunakan untuk pembangunan jalan Gatot Soebroto dengan teknis pelaksanaan dibagi dua paket pekerjaan masing – masing Rp9,7 miliar. Dari hasil pemeriksaan fisik secara uji petik atas dua paket pekerjaan diketahui bahwa kondisi dilapangan berbeda dengan yang dinyatakan dalam BAST. Karena saat itu masih ditemukan beberapa item pekerjaan yang belum dipasang tetapi sudah dibayar penuh sebesar Rp232 juta.
 
Dari kondisi dan hasil perikasaan,  BPK telah menyimpulkan bahwa 12 paket pekerjaan tersebut tidak sesuai Perpres nomor 54 tahun 2010 sebagaimana telah diubah terahir kalinya dengan Perpres nomor 4 tahun 2015 tentang perubahan keempat Perpres nomor 54 tahun 2010 pasal 6 serta adanya perjanjian nomor 614.6/25/SPP/BTB/2017 tanggal 22 Mei 2017 yang telah dilanggar oleh penyedia jasa.
 
“Berdasarkan rencana aksi Pemkab Indramayu, Bupati akan menindaklanjuti rekomendasi sebagaimana dimaksud paling lambat 60 hari sejak LHP diterima dari BPK,”tandasnya.
 
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Indramayu Oemarsyah melalui Kabid Jalan, Wempi Triyoso mengatkan, temuan BPK sebagaimana yang dijelaskan di atas sudah dilakukan perbaikan baik pengembalian sisa pembayaran maupun beberapa item pekerjaan yang belum terpasang.
 
Tenggang waktu 60 hari sejak LHP diterima, oleh direksi sudah ditindaklanjuti dengan baik, sehingga potensi adanya kerugian negara dapat diantisipasi dari hasil audit BPK tahun 2017.
 
Menurutnya, pola pemeriksaan fisik dan uji petik yang dilakukan BPK saat ini sangat jauh berbeda dengan mekanisme yang dilakukan oleh inspektorat daerah. Pembeda dalam pengambilan sampel dan rumus perhitungan menjadi penentu adanya potensi temuan dilapangan.
 
“Seperti contoh jika hasil uji petik ditemukan lebih dari ketebalan rigit 27 cm misalnya 28 atau 27,5 cm maka tetap dihitung 27 cm, tapi kalau kurang misalnya hanya 23 cm maka ditulis 23 cm, inilah yang terjadi dilapangan,” kata Wempi saat dikonfirmasi masalah ini.
 
Salah satu pelaksana pekerjaan mengaku sudah menyelesaikan poin – poin penting dari hasil temuan BPK dilapangan untuk segera ditindak lanjuti baik sisa pekerjaan maupun pengembalian sisa pembayaran pekerjaan.
 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mau copas berita, silahkan izin dulu
Mau copas berita, silahkan izin dulu