Fokus NewsFokus PanturaTudingan Petani Berulah di Lahan PG Rajawali II, SPI Angkat Bicara

Tudingan Petani Berulah di Lahan PG Rajawali II, SPI Angkat Bicara

INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Serikat Petani Indramayu (SPI) angkat bicara dan memberikan klarifikasi terkait statemen PG Rajawali II yang disampaikan oleh Kabag SDM & Umum PT PG Rajawali II, Eko Budi Setiawan kepada Fokuspantura.com yang dirilis Sabtu,11 Juni 2022 kemarin.

Diberitakan sebelumnya, pasca aksi massa 8 Juni 2022 yang digelar oleh Komite Penegak Reforma Agraria Indramayu yang terdiri dari Serikat Tani Indramayu (STI), Serikat Petani Indonesia (SPI) Kab. Indramayu, dan Komite Nelayan Nusantara (Konann), berhembus isu di media pada (Sabtu 11 Juni 2022) bahwa eks anggota F-Kamis (Forum Komunikasi Masyarakat Indramayu bagian Selatan) yang menjadi DPO atas konflik agraria bulan Oktober tahun lalu kembali berulah. Ulah tersebut ujarnya mengakibatkan terhambatnya petani mitra PG Rajawali II dalam menggarap kebun tebunya.

Atas isu tersebut, SPI Indramayu dirasa sangat perlu untuk memberikan klarifikasi atas pernyataan Eko Budi Setiawan tersebut agar tidak terjadi kekeruhan suasana yang mengakibatkan konflik agraria terus berlangsung di Indramayu, terutama di lahan perjuangan reforma agraria petani SPI Indramayu.

“SPI Indramayu sedang bergerak berjuang membangun Indramayu dari pinggiran. Hal tersebut berdasarkan pada salah satu prinsip perjuangan SPI yang fokus terhadap keadilan struktur agraria,” tutur Ketua SPI Indramayu, Try Utomo dalam rilis yang diterima Fokuspantura.com, Rabu,14 Juni 2022.

Menurutnya, tingginya angka kemiskinan di pedesaan salah satu penyebab besarnya adalah kurang ditatanya keadilan kepemilikan lahan atau keadilan agraria. Ketimpangan penguasaan lahan tengah terjadi di Indramayu. Ketidakadilan struktur
kepemilikan lahan mengakibatkan konflik agraria yang berkepanjangan.

Oleh karena itu, SPI Indramayu hadir sebagai organisasi petani kecil untuk memperjuangkan tanah negara yang diklaim HGU oleh PG Rajawali II sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) seperti yang diamanatkan pada Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

SPI mengklaim, berdasarkan data yang dimiliki, PG Rajawali II menyatakan bahwa perkebunan tebu
miliknya merupakan lahan HGU yang ditetapkan dalam sertifikat HGU nomor 00002.

Sertifikat tersebut dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Indramayu yang menyatakan HGU PG RAJAWALI II berlaku perpanjangannya sejak 14-12-2004 sampai dengan 31-12-2029.

Namun kejanggalan besar tampaknya sedikit demi sedikit muncul. Bila merujuk pada kronologis Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 481/Kpts/Um/8/1976 tanggal 9 Agustus 1976, izin konsesi kawasan hutan diberikan kepada PT Perkebunan XIV untuk PG Rajawali II dengan ketentuan memenuhi kewajiban penyediaan areal pengganti, membayar ganti rugi atas tanaman yang ada di atasnya, pembebanan biaya pengukuran dan pemetaan atas kawasan hutan tersebut serta areal penggantinya.

“Seiring berjalannya waktu, lahan pengganti sebagai syarat TMKH untuk penggunaan konsesi kawasan hutan tidak terpenuhi sampai akhir izin kompensasi,” tandasnya.

Hal tersebut , kata Try, diperkuat berdasarkan pada Surat Menteri Kehutanan No. S.410/Menhut-VII/2004 tanggal 8 Oktober 2004 perihal Perpanjangan HGU atas nama PT RNI yang ditujukan kepada BPN ” Bahwa Menteri Kehutanan pada prinsipnya menyetujui permohonan perpanjangan HGU atas nama PT RNI sepanjang dipenuhinya persyaratan lahan pengganti selambat-lambatnya 31 Desember 2014″, dikutip dari Ringkasan Audit BPK ke BUMN tahun 2018 hal. 33.

Bahkan, audit BPK RI tahun 2018 tersebut mempertegas bahwa PT RNI (induk PG Rajawali II) belum memenuhi persyaratan HGU. Kejanggalan HGU PG Rajawali II dipertegas dalam Peta Perkembangan Penetapan Kawasan Hutan di wilayah Pulau Jawa dan Bali yang dikeluarkan KLHK pada Tahun 2015.

Menurutnya, dalam peta tersebut hamparan tanah yang diklaim HGU PG RAJAWALI II merupakan Hutan Produksi (HP) pada Kelompok Hutan Indramayu ditetapkan berdasarkan SK.3945/Menhut-VII/KUH/2014.

Selain itu, kata Try, Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI telah beraudiensi dengan BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan XI Yogyakarta yang membawahi kawasan hutan di Jawa Madura menyatakan bahwa hamparan lahan yang diklaim PG Rajawali II masih dalam kawasan hutan.

Ia menambahkan, jika status kawasan hutan tersebut tampaknya dipertegas dalam Keputusan Menteri LHK SK.01/MENLH/SETJEN/KUM.1 /1/2022  tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan. Dalam surat tersebut status lahan PT RNI (PTP XIV JATI TUJUH) seluas 12.022,50 di Kabupaten Majalengka dan Indramayu Provinsi Jawa Barat berstatus “Persetujuan Prinsip” dan dalam tahapan evaluasi untuk dicabut izin konsesi kawasan hutannya.

“Poin-poin argumen bantahan terhadap status hamparan tanah HGU bersertifikat No. 2 PG Rajawali II membuat status HGU PG Rajawali II sangat patut diragukan,” tandasnya.

Oleh karena itu, SPI sudah mengusulkan hamparan tanah tersebut sebagai Tanah Objek
Reforma Agraria (TORA). Usulan TORA tersebut diperkuat oleh SK Menteri LHK No. SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus pada sebagian hutan negara yang berada pada Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Prov. Jateng; Prov. Jabar dan Prov. Banten.

Try menegaskan, jika isu perbuatan onar di lahan perjuangan SPI yang diduga terjadi karena Aksi Massa Komite Penegak Reforma Agraria Indramayu (8 Juni 2022) hanyalah isu belaka. Pasaknya petani SPI hanya mempertahankan lahan perjuangannya masing-masing tanpa sedikitpun melakukan tindakan fisik terhadap petani mitra tebu.

Petani SPI juga tidak pernah melarang petani mitra PG Rajawali II untuk menggarap tebu. Petani SPI adalah petani padi yang menolak mengambil program kemitraan karena tidak mensejahterakan petani.

“Menanam tebu justru memiskinkan petani,” pungkas Try.

Sekretaris Perusahaan PT PG Rajawali II, Karpo Budiman Nursi,  mengatakan dasar perolehan dan penguasaan lahan HGU PG Jatitujuh berasal dari SK HGU sejak tahun 1979  yang berasal dari pelepasan kawasan hutan negara di wilayah Majalengka & Indramayu seluas -/+ 12.000 Ha yang dilepaskan oleh Negara untuk pendirian PG dan Perkebunan Tebu untuk Perusahaan Negara Perkebunan XIV (Persero) berdasarkan SK Pelepasan Kawasan Hutan Negara XIV ( Persero) berdasarkan SK Mentan 1976, yang diatur berdasarkan UU Kehutanan Tahun 1967, sehingga kebijakan pelepasan kawasan hutan ini merupakan keputusan negara untuk BUMN sah dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Karpo menyatakan, jika proses permohonan perpanjangan HGU telah dilakukan  berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan sampai dengan HGU saat ini dikuasai oleh perusahaan.

Ia menjelaskan, terkait dengan adanya pengakuan status HGU yang masih diklaim sebagai kawasan hutan oleh pihak-pihak lain tentunya perlu ditanyakan dasar-dasar klaimnya, karena  proses pelepasan kawasan hutan, permohonan HGU maupun perpanjangan sampai dengan saat ini masih sah berlaku sesuai undang-undang yang berlaku.

Mengenai adanya proses evaluasi sesuai Permen LHK sama sekali tidak menyasar dan atau memutuskan untuk pencabutan HGU PG Jatitujuh, tetapi bertujuan untuk menilai proses pemenuhan kewajiban perusahaan kepada Negara untuk menetapkan skema pemenuhan yang berlaku sesuai UU Cipta Kerja, PP 23 Tahun 2021 maupun PermenLHK No. 7 Tahun 2021 dan bukan sebagai putusan untuk mencabut HGU.

“Bahwa adanya Permen LHK No. 287/2022 merupakan beleid pemerintah untuk pengaturan kembali kawasan hutan yang merupakan kawasan hutan kelolaan perhutani yang ada di pulau jawa dengan keputusan pengaturan kembali bukan pada lahan HGU PG Jatitujuh yang sudah dilepaskan sejak tahun 1976, sehingga bukan objek yang terkena aturan ini,”katanya saat dikonfirmasi.

Sehubungn dengan adanya program Reforma Agraria yang akan melakukan Redis tanah, bukan pada obyek HGU yang masih berlaku dan dikuasai sah serta dikelola baik oleh PG Jatitujuh untuk Bahan Baku Tebu sesuai dengan  alas hak maupun perijinan yang berlaku, salah satu obyek Reforma Agararia adalah lahan HGU yang telah dicabut berdasarkan putusan pemerintah sebagai tanah terlantar sesuai ketentuan kepala ATR/BPN yang sah, bukan dari perbuatan oknum tertentu yang memaksakan.

“Bahwa PG Rajawali II selaku korporasi negara yang memegang amanah  aset negara berupa HGU PG Jatitujuh senantiasa akan melaksanakan kewajibannya serta menjaga aset dan mempertahankannya sesuai dengan visi dan misi perusahaan negara,” tandasnya.

Ia mengatakan, PG Jatitujuh sebagai pihak yang sah atas pemilikan HGU yang sah masih berlaku tentunya diberikan hak untuk mengelola dan mempertahankan haknya serta sebagai aset negara yang perlu dipertanggungjawabkan antara lain kepada BPK maupun KPK atas pengelolaan  aset tersebut, sebagai perusahaan negara tentunya senantiasa mematuhi aturan negara dan dilakukan sesuai dengan prinsip prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG).

“Sejak MT 2017/2018 pengelolaan lahan HGU tidak sepenuhnya dikelola sendiri namun melibatkan masyarakat petani mitra secara kolaboratif untuk menciptakan added value  meningkatkan kesejahteraan bagi petani maupun terjaminnya bahan baku bagi industri tebu untuk memenuhi kebutuhan gula nasional yang saat ini masih defisit,” tuturnya.

ads

Baca Juga
Related

Aleg Syamsul Bachri Ajak Warga Jaga Lingkungan dari Bahaya Limbah

INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Anggota DPRD Propinsi Jawa Barat, Syamsul Bachri, mengajak...

Rayakan HUT ke-74 RI di Jeddah, Menag Lukman Inspektur Upacara

JEDDAH,(Fokuspantura.com),- Konsulat Jenderal Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah menyelenggarakan...

Honorer Indramayu Siap Kepung Istana Negara

GANTAR,(Fokuspantura.com),- Perwakilan Honorer  Indramayu dari dua Kecamatan yakni Haurgeulis...

PT. Alumunium Metal Raya, Santuni Warga Sekitar

INDRAMAYU, (Fokuspantura.com),- PT. Alumunium Metal Raya (AMR) yang berkedudukan...
- Advertisement -

FokusUpdate

Popular

Mau copas berita, silahkan izin dulu
Mau copas berita, silahkan izin dulu