OpiniFokus RembuganKontroversi Cantrang

Kontroversi Cantrang

rusdiantoro                                         Oleh : Rusdianto Samawa.*)
 
Cantrang sala satu alat tangkap paling efektif bagi nelayan untuk dipakai dan paling aktif meningkatkan kesejahteraan nelayan. Namun, sejak tahun 2015 berlakunya pelarangan Cantrang itu nelayan serasa dikanalisasi oleh penguasa. Nelayan terus bergolak sehingga menimbulkan gesekan antar nelayan maupun pemerintah sendiri.
 
Nelayan memahami bahwa kebijakan KKP sepenuhnya dibawah misi Menteri KKP. Namun, kebijakan pelarangan ini sepenuhnya desain Presiden Joko Widodo. Tentu ada dua persfektif yakni 1). aspek politik: semasa pilpres 2014 banyak pengusaha dan pelaku industri perikanan mendukung Prabowo Subianto dan 2). aspek alasan sustainable menjaga laut Indonesia dari illegal fishing dan kelestarian ekosistem sehingga tercapainya poros maritim.
 
Kedua aspek diatas, sebagai dampak pilpres 2014 yang hampir semua mengalami kesulitan hingga hari ini. Apalagi, imajinasi awal masyarakat persepsikan alat tangkap Cantrang sebagai perusak ekosistem laut. Sehingga adanya balances dan alasan untuk melarang.
 
Dibalik itu pula, pengusaha para perusahaan produksi Gill Net di Surabaya, Tanggerang dan Karawang memanen proyek alat tangkap ribuan paket dengan argumentasi bahwa alat tangkap ini ramah lingkungan.
 
Padahal harus dibedakan bahwa Gill Net diciptakan melalui perusahaan dan melalui tender dengan menggunakan anggaran negara. Sementara cantrang diberbagai daerah menganyam dan membuat sendiri alat tangkap Cantrang itu. Sehingga bisa diklaim altap Cantrang ini ramah lingkungan dan merakyat.
 
Pilpres finish, terpilih menteri baru dan Presiden baru. Bahkan, obsesi yang muncul alat tangkap baru. Sehingga nelayan Cantrang yang dulu dukung Jokowi dan menyambut Menteri KKP sekarang Susi Pudjiastuti dengan gegap gempita. Berharap Cantrang bisa aduhai keuntungannya. Namun, target itu salah sasaran, Presiden Jokowi melarang Cantrang, nelayan jadi meradang.
 
Sehingga gelombang launching perjuangan pun dilakukan. Diumumkan ke seluruh negeri bahwa genealogis perlawanan harus terbentuk sedini mungkin. Sehingga nelayan berjuang bisa berjalan. Tahun-tahun dimulainya perjuangan nelayan Cantrang mendapat sorotan tajam sangat kuat, baik dari pemerintah hingga pro kontra kajian oleh para akademisi.
 
Semua opini akademis yang muncul masing – masing membawa mainstream baru dalam dunia pemberitaan. Dari penelusuran konten-konten media, berbanding negatif terhadap keduanya antara pro dan kontra. Mereka sama-sama memiliki jawaban akademis yang bisa dipertanggungjawabkan.
 
Kemaren pada 17 Januari 2018 nelayan meradang dan lakukan demonstrasi besar dengan hasil baik menurut nelayan dan belum tentu baik bagi nelayan juga. Namun, sebelum itu, pada tanggal 15 Januari 2018 telah terjadi kesepakatan antara Presiden seorang diri di Rumah Makan Batubul Jawa Tengah.
 
Dalam berbagai aksi-aksi itu, posisi pemerintah sebagai pemilik sah kebijakan tetap menunjukkan otot kuatnya. Bahwa Cantrang tetap dilarang.
 
Kemudian, nelayan juga tidak habis strateginya. Mengajukan opsi Uji Petik dan kajian komperehensif bersama. Namun, kali ini KKP merasa kalah telak karena ingkar terhadap janjinya itu. Harusnya semaksimal mungkin, KKP mau lakukan Uji Petik secara bersama agar semua kelemahan dan kelebihan dalam kajian kebijakan itu bisa memiliki nilai kuadrat kebaikannya untuk semua.
 
Pemerintah terus bertahan dengan konsep kebijakannya. Bahkan, cenderung banyak berbohong untuk mengelabui nelayan yang dianggap bodoh itu melalui berbagai opini.
 
Sala satu contoh paling populer kali ini, kesepakatan dan statemen agar nelayan sudah bisa melaut kembali oleh presiden Jokowi. Hari ini dibantah oleh menteri KKP secara tidak langsung melalui gelar konfrensi pers bahwa peraturan larangan cantrang tidak dicabut dan bahkan ditambahkan nelayan harus beralih alat tangkap.
 
Yang lebih menyakitkan lagi ketika nelayan harus menelan ludah sendiri dan terasa pahit seperti empedu untuk menelan rasa kekecewaanya. Mengapa? karena rilis maupun pemberitaan Istana Negara perdua hari ini melalui Bay Mahmuddin Staff khusus presiden mengatakan bahwa nelayan yang demo menentang Cantrang. Padahal yang benar yakni nelayan Cantrang menentang pelarangan dan meminta cabut total peraturan menteri.
 
Strategi kibuli nelayan tak bisa baca tulis menjadi wilayah empuk pemerintah. Bahkan perwakilan nwlayan yang audensi dengan presiden pun hanya diberikan opsi “BOLEH MELAUT, ASALKAN GANTI ALAT TANGKAP KE RAMAH LINGKUNGAN”.
 
Akhirnya, opsi itupun diterima secara baik dan benar. Anehnya, dulu nelayan Cantrang militan menolak. Tetapi pada saat ketemu Susi Pudjiastuti begitu mengiyakan seluruh apapun yang dikeluarkan menteri itu.
 
Namun, sebelum demonstrasi 1718 itu sudah ada agendakan tersusun rapi untuk meyakinkan rakyat dan nelayan bahwa kepentingan perpanjangan harus dilakukan untuk memberi jeda waktu kepada nelayan dalam proses peralihan alat tangkap dari Cantrang ke Gill Nets.
 
Senada dengan hasil Rapat Dengar Pendapat yang menghadirkan akademisi Dr. Nimmi Zulbainarni bahwa 1). Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah cq. Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menyerap aspirasi nelayan dengan memberikan kepastian dan kejelasan dalam kebijakan penggunaan AIat Penangkapan lkan (API) kepada nelayan dalam rangka menjamin dan melindungi hak pekeraanya sebagai warga negara Indonesia agar dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh nelayan Indonesia. 2). Kormsi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menyelesaikan program penggantian Alat Penangkapan Ikan dan program penyangga yang meliputi program kemudahan akses permodalan, bantuan sarana prasarana penangkapan Ikan (kapaI. mesin. jaring, dan pelatihan) serta kemudahan dalam akses kepengurusan dokumen penzrnan kapal penkanan. 3). Komisi N DPR RI memmta Pemenmah cq Kementerian Kelautan dan Perikanan segera melakukan koordinasi yang melibatkan seluruh stakeholder dibidang kelautan dan perikanan untuk melaksanakan up speak tentang AIat Penangkapan Ikan centrang dan sejenisnya secara Independen. 4). Jika Pemerintah belum dapat menyelsaikan program penggantian Alat Penangkapan Ikan. Maka Komisi IV DPR RI meminta Kementenan Kelautan dan Penkanan untuk menunda pelarangan penggunaan AIat Penangkapan Ikan yang dilarang bagi yang beIum menerima penggunaan dan fasilitasi permodalan.
 
Atas hasil RDP Komisi IV diatas, senada juga dengan perjanjian Presiden Jokowi dan menteri KKP bersama nelayan, bahwa 1). Mencabut peraturan menteri Nomor 71 tahun 2016: 2). Melakukan uji petik bersama: 3. Nelayan bisa melaut kembali tak ada batas waktu yang ditentukan: 4). Harus mengukur kembali kapalnya tanpa ada markdown: 5). komitmen pergantian alat tangkap (beralih). 6). Meminta legalitas cantrang.
 
Perjanjian ini merupakan seputar issu yang berkembang. Namun, belum satu kali dua puluh empat jam selesai gelar demonstrasi apel kebangsaan, menteri KKP membuat pernyataan pers yang sangat menyakitkan bahwa Nelayan Cantrang dibolehkan hanya di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pertanyaannya? bagaimana dengan nelayan Terol Bengkulu yang masuk kategori cantrang, nelayan Lampung, Panimbang Banten, Nelayan Sondong, Nelayan Jala, bagang, Lampara dan lain sebagai.
 
Yang jelas mereka diluar Jawa Timur dan Tengah menjadi kesulitan untuk melaut karena yang diberikan ijin oleh menteri KKP hanya Jawa Tengah (Brebes, Batang, Tegal, Rembang, Pati, Juwana) dan Jawa Timur (Lamongan dan sekitarnya).
 
Kontrovesi Cantrang ini tentu berdampak pada kebahagiaan nelayan yang sebelumnya dicabut permen 71 tahun 2016 kini permen itu masih menjadi #Tagar dan tagline KKP untuk mempertahankannya.
 
Dari persfektif media, tidak berimbangnya pemberitaan antara konprensi pers menteri KKP dengan nelayan. Tetapi, apapun itu nelayan tetap dalam posisi melawan kebijakan KKP.
 
Apalagi ada opini yang tidak dapat dibenarkan bahwa berdasarkan kajian beberapa ahli menyatakan menangkap ikan menggunakan cantrang hanya menghasilkan 50% yang dapat diambil, sisanya terbuang. Pernyataan para ahli seperti ini sedang membangun kebodohan terhadap masyarakat secara sistematis dan struktural.
 
Tentu pernyataan dan.opini media yang berkembang tidak seimbang itu mendapat perlawanan dari organisasi nelayan Cantrang yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) bahwa 1). Penegasan terkait apa isi pembicaraan Presiden dan Nelayan yang disampaikan langsung oleh Suyoto dan Rasmijan: 2). Sikap bahwa kawan-kawan nelayan Cantrang tetap berpegang kepada keputusan Presiden: 3). Menolak adanya pergantian altap selama tidak ada Uji petik: 4). Jika SP menyatakan lain dalam konpres maka nelayan akan menolak dan tetap berpwgang kepada pernyataan Presiden.
 
Malah, dari analisis berbagai media perdua hari ini bahwa menteri KKP sedang membawa tradisi kebohongan jamaah antar para pejabat. Apalagi, terciptanya korporatokrasi politik yang diarahkan untuk menlenyapkan Cantrang.
 
Yang terpenting, kontroversi Cantrang adalah keyakinan nelayan menunu legalitas. Konteks media, informasi yang terungkap bisa menjadi pembanding semua pembaca agar menyelami dan mencoba berfikir objektif secara maksimal agar bisa clear dalam memberikan pandangan.
 
Harusnya, situasi tidak mesti kontroversi. Posisi media pun harus bisa mwngedukasi masyarakat agar lebih objektif. Karena Presiden Jokowi tidak berkelas, apabila menterinya saja membatalkan dan merubah substansi keputusan presidennya sendiri.
 
*) Penulis adalah Ketua Umum Majelis Pusat Front Nelayan Indonesia (FNI)
 
ads

Baca Juga
Related

Bupati Umi Ingatkan Perawat Jangan Anti Kritik

SLAWI.(Fokuspantura.com).  Bupati Tegal Umi Azizah mengingatkan kepada para perawat...

Masjid Kuno Bondan, Destinasi Religi Harus Diselamatkan

SUKAGUMIWANG, (Fokuspantura.com),- Kondisi Masjid Darussajidin yang terletak di Desa...

Maestro Seniman Tarling Dermayu, Hj Dariyah

Maestro Seniman Indramayu, Hj. Dariyah“Cahaya Pesinden dari Sisi Tanah...

Bawaslu Indramayu Temukan 741 Pemilih Tak Dicoklit

INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten. Indramayu, Jawa Barat,...
- Advertisement -

FokusUpdate

Popular

Mau copas berita, silahkan izin dulu
Mau copas berita, silahkan izin dulu